Sabtu, 08 Februari 2014

Lima Alasan Mengapa Orang Males Nulis di Kompasiana

Kebanyakan orang senang berbagi dan itu tak bisa dipungkiri, faktanya ya lihat saja blog yan bertebaran di internet, dari blog pribadi sampai dengan blog keroyokan, seperti kompasiana ini. Dan dengan semangat berbagi, dan itu benar-benar ikhlas dilakukan, karena tak dibayar alias gratis. Alasanya macem-macem atau niat masing-masing orang berbeda satu sama lain, namun yang jelas semangat untuk berbagi begitu kuat, sekali lagi walaupun tak dibayar, buktinya lihat saja di kompasian ini.

Maka lahir berbagai macam tip atau cara yang dibuat untuk sesama rekan kompasiana atau untuk yang pembaca diam, diam-diam membaca, bukan kompasioner atau bloger, tapi ikut membaca secara diam-diam, dan kalau ada artikel yang perlu “dihajar” cukup membuat akun siluman, saat itu juga, setelah itu pergi entah kemana, diblokir oleh admin tak berpengaruh, karena akun yang sutu di blokir, tumbuh 1001 satu akun lainnya, karena memang niatnya bukan untuk berbagi, tapi itu tadi, “menghajar” kompasioner.
Lalu mengapa ada orang yang suka membaca, tapi tak suka menulis atau males untuk menulis, yang banyak alasannya, tentu ini kekecualian bagi para kompasioner, bahkan karena begitu bersemangatnya atau karena begitu produktifnya, menulis di kompasiana seperti tak habis-habisnya, bahkan bukan dalam hitungan sehari dua hari, dalam satu hari saja dihasilkan berbagai tulisan, sehingga tulisannya,  ada yang sedang di HL, di ter.. ter… dan ruang-ruang kecil di bawah, jadi dua tiga tulisan di tulis oleh orang yang sama pada saat bersamaan.  Namun ada juga yang jangankan satu hari, satu bulanpun atau bahkan satu tahun atau bisa bertahun-tahun tak pernah menulis di blog atau di tempat lain, ya memang tak mau menulis atau memang tak suka menulis.
Kembali mengapa ada yang tak mau menulis atau tak suka  menulis padahal hobinya membaca, mari kita lihat:
Pertama, memang belum mulai untuk menulis, ya karena belum mulai maka betapapun banyak ide yang ada di kepalanya, ide itu tetap ide, bahkan bisa hilang begitu saja. Padahal bisa jadi ide tadi bermanfaat buat orang banyak. Misalnya bagaimana memecahkan solusi kemacetan di Jakarta, banyak ide, tapi tak ditulis atau dituangkan secara lisan, ya sudah hilang.
Jadi karena memang belum mulai, ya tak tertulis satu katapun, padahal setebal apapun sebuah buku atau sebanyak apapun halaman koran atau majalah, dimulai dengan satu kata, kemudian satu kalimat, berlanjut ke alinea, kemudian ke bab demi bab, jadilah buku.  Atau jadilah sebuah artikel pendek atau panjang, ya tergantung yang membuatnya.
Kedua, buat apa nulis di blog, apa lagi blog keroyokan seperti kompasiana? Ini bisa dijadikan alasan untuk tidak  menulis. Gengsi, katanya. baginya nulis di blog keroyokan seperti menurunkan derajatnya. Itulah sebabnya sering saya kemukakan, jarang ada penulis yang sudah populer menulis di blog keroyokan ini. Terlepas dari kesibukan masing-masing, faktanya tak ada penulis populer yang terjun bebas di blog semacam kompasiana ini. Ayo admin dorong penulis populer agar mau menulis di kompasiana ini, agar kompasioner punya sparring partner, agar tulisan kompasioer semakin berkualitas.
Loh buat apa menulis di blog keroyokan,  sudah tak dibayar, kemungkinan malah dapat koment negatif. Maka ini juga membuat orang males buat menulis. Sudah capek-capek menuangkan ide-ide, dengan menguras tenaga, pikiran dan dana, eh masih kebagian umpatan. Bukannya terima kasih ada orang yang mau menulis, eh malahan di hinakan, repotkan? Untungnya para kompasioner itu sebagian besar sudah “kebal” terhadap berbagai macam “gempuran” atau” tembakan”, jadi tetap saja menulis. Lura biasa!
Ketiga, buat apa menulis, tak ada orang yang kaya dengan menulis. Tak sebanding antara jumlah penulis dengan orang kaya karena menulis. Jadi ini juga membuat orang males menulis, buat apa menulis di blog yang gratisan? Sudah capek-capek, eh ga dibayar. Dan bilapun di tulis menjadi sebuah buku, ya bukunya keroyokan. Bila pun ada yang orang perorang yang tulisannya dibukukan, belum terdengar ada yang Best Seller.
Dengan alasan ini pula, banyak orang yang tak tergerak, apa lagi kalau sudah nulis ratusan tulisan tak satupun yang HL, wah… bisa-bisa “semaput”. Karena HL bagi tulisan keroyokan semacam kompasiana semacam nilai plus atau hadiah yang sukar dilukiskan kata-kata. Itulah pengganti bayaran dari penulis di kompasiana ini. Juga yang masuk ke ter..ter, walau konon, yang masuk ter..ter itupun katanya bisa direkayasa, benar atau tidak, saya tak tahu.
Keempat, takut kena sanksi. Ini juga salah satu alasan mengapa orang tak menulis di ruang terbuka semacam kompasiana ini, karena kalau tulisan tersebut digugat oleh orang atau lembaga yang namanya tercemar atau dicemarkan, tak ada pembelaan dari admin, semuanya diserahkan oleh kompasioner itu sendiri atau menjadi tanggung jawab pribadi. Mana tanggung jawab adamin?
Makanya tulisan kompasioner cari amannya, paling tidak bila mengulas tulisan dari web yang memang sudah punya nama, ya dicantumkan, agar saat digugat ada bukti, bahwa kompasioner hanya mengulas apa yang sudah ditulis web yang sudah punya nama. Alas keempat ini bukan omong kosong, ada kasus wartawan yang terbunuh, ada kasus bloger yang diadukan ke polisi dan di tangkap, di penjara! Nah dengan melihat resiko tersebut itu, banyak yang takut dan tak jadi menulis di ruang terbuka ini.
Kelima, menjadi penulis di blog, tak mendapat imbalan materi, hanya kebahagiaan rohani. Maka bagi yang melihat dengan kaca mata materi, tak akan menulis di blog ini, tak akan menulis di kompasiana ini, loh ga dapat apa-apa, buat apa? Dan kalaupun ada balasan, ya kalau tulisannya di bukukan, itupun masih dengan catatan, kalau bukunya laku! Benar-benar membuat orang semakin kecut untuk menulis di blog atau di kompasiana ini.
Loh nyatanya semakin banyak kok yang menulis di kompasiana, ya itu tadi, mereka tak mengukur materi ketika menulis di kompasiana atau di blog-blog keroyokan lainnya.Mereka yang tetap menulis ini, bukan termasuk kelompok yang “mata duitan”.Lalu apakah yang tidak menulis di blog keroyokan “mata duitan” ya tidak juga, wajar kan orang sudah bekerja mendapat imbalan materi, masa hanya ucapan terima kasih saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar